Dengan jargon modernisasinya, peradaban barat yang kapitalistik sungguh telah mendominasi hampir di setiap lini kehidupan. Kenyataan yang demikian diperkuat keberadaannya ketika transformasi nilai yang ditanamkan oleh barat dijadikan sebagai kebenaran umum yang rasionalistik dan menjadi basis ananisis atas segala problematika yang muncul dalam kehidupan
Indonesia termasuk Negara yang mayoritas penduduknya Islam, dengan terjebak di bawah kendali dan pranata sistem yang diterapkan oleh barat. Hal ini menjadikan mereka beranggapan seakan pranata barat tersebut merupakan sistem yang paling benar dan baik. Akankah umat Islam terus-menerus berada dalam belenggu sistem hukum barat?.. Dari sinilah umat Islam harus kembali kembali menggali dan mengkaji ajaran yang tersembunyi dibalik Al-Qur'an maupun sunnah Rasul Saw serta fleksibilitas dalam menatap fenomena kontemporer yang secara implisit belum dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an maupun hadits.
Islam tidak bisa hanya difahami sebagai agama yang bersifat vertikal-transendental semata, tetapi keberadaannya sebagai tata aturan hidup (way of life) yang menyentuh segala aspek kehidupan dalam berbagai bidang, baik hubungan antara Tuhan dan manusia, manusia dengan manusia maupun dengan lingkungannya, dimensi-dimensi vertikal maupun horizontal, semua ada aturannya dalam agama Islam.
Sikap dikotomis antara hidup kekinian (dunia) dan kehidupan masa depan (akhirat) mengakibatkan pemaknaan yang sempit terhadap agama, implikasinya adalah kehidupan duniawi dipandang sebagai sistem yang berdiri terpisah dari agama sehingga pranata yang ada mereka landaskan pada tata aturan yang dibuat-buat sendiri dengan corak humanis-rasionalistik. Cara memahami Islam yang tidak proporsional akan menjadikan umat Islam terbelakang dan hanya menjadi penonton dalam berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, termasuk perkembangan ilmu ekonomi dan bisnis. Sehingga Konsep-konsep kemajuan hanya tersimpan di dalam kitab, tidak terwujud dalam kehidupan sosial yang nyata.
Dalam berbagai masalah tentang sistem ekonomi dan bisnis (mu'amalat) yang terjadi, merupakan suatu hal yang "naïf" ketika para penggali hukum Islam tidak mampu menyodorkan konsep-konsep untuk diterapkan dalam bentuk riil. Dan akan lebih parah ketika mereka mengatakan bahwa semua praktek yang ada sudah benar, atau mereka menyatakan bahwa semua praktek yang ada adalah "tidak sah!" dan "haram!" tanpa memberikan solusi yang benar menurut Islam dan dapat diaplikasikan dalam masyarakat.
Oelh sebab itu interpretasi yang positif dan kreatif terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, serta dialektika dengan sistem ekonomi barat yang telah tumbuh dan berkembang dipandang perlu dalam upaya menemukan format sistem perekonomian yang relevan dengan nilai-nilai yang paling asasi dan dapat memenuhi tuntutan zaman. Ini menjadi keharusan untuk dilakukan dengan cermat dan serius, mengingat sistem perekonomian kapitalistik sudah sedemikian kuat mengakar dalam pranata masyarakat muslim yang seolah-olah paradigmanya merupakan keniscayaan alamiah yang tak terelakkan. Langkah ini bukan berarti mencampur adukkan berbagai nilai untuk mennemukan nilai baru, tetapi dalam memecahkan permasalahan ini digunakan suatu ukuran nilai untuk mengarahkan permasalahan tersebut agar kembali sesuai nilai-nilai dasarnya yang benar.
Sistem Bunga Bank Konvensional Dan Solusi Perbankan Syariah
Sistem bunga yang diterapkan dalam lembaga-lembaga perbankan diklaim sebagai imbalan bagi nasabah atau merupakan biaya bagi mereka yang meminjam, sehingga dipandang sebagai kewajaran yang dan sah-sah saja. Beberapa alasan logis yang sulit diubah ialah bahwa;
• bunga disamakan dengan upah atau gaji atau sewa atas barang kita yang dimnfaatkan oleh orang lain.
• Bunga dikatakan sebagai upah buruh atau gaji karyawan dan sewa bagi barang atau tenaga yang kitamiliki itu adalah biaya yang harus dibayar.
• Uang dianggap sama sebagaimana barang-barang yang lain, sehingga dapat diperjual belikan di pasar atau disawakan.
Pola pikir di atas sesungguhnya merupakan adopsi dari teori-teori kapitalis barat sebagaimana pada classical theory of interest dari Adam Smith dan David Ricardo yang mengatakan bahwa, bunga merupakan oppÿÿÿÿnityÿÿÿÿtÿÿf35ÿÿÿÿÿÿÿtrÿÿ ÿ5ÿ22ÿÿÿÿÿÿÿÿ darÿÿdebited moneys (uang yang dipinjamkan). Abstinence theory of interest dari Nassu William yang menganggap wajar apabila peminjaman dana rela membayar bunga sebagai imbalan atas kesederehanaan hidup pemilik uang. Dan Productivity theory of interest dari Bohm Bawerk yang memandang bahwa orang mau membayar bunga karena pinjaman itu merupakan tambahan modal yang akan menaikkan produktivitas usahanya.
Oleh karena itu kita dapat melihat Pada bank-bank konvensional misalnya, menerapkan sistem bahwa nasabah yang menyimpan dana akan memperoleh imbalan bunga sebagai kompensasi dari dana yang ia simpan, sedangkan peminjam dana dari bank yang memperoleh tambahan modal untuk produktivitas usahanya wajib membayar bunga bagi penyimpan untuk dana atau biaya operasional. Penentuan besar kecilnya bunga dalam hal ini diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga tidak ada lagi perbedaan antara tingkat bunga yang ditentukan oleh Negara (interest) dan bunga yang ditentukan oleh pelaku pasar (usury), maka persaingan tingkat suku bungapun terjadi untuk menjaring para penyimpan dana.
Dinamika tersebut diatas telah merasuk kedalam jiwa dan menjadi pola pikir para ekonom kita, sehingga sulit untuk dilepaskan. Namun di tengah hegemoni kapitalistik yang sedemikian ternyata muncul okonom-ekonom yang begitu kritis untuk mengkaji ulang keberadaan bunga baik dalam pendekatan syar'i maupun ekonomi yang berupaya meluruskan tatanan perekonomian dan sistem perbankan yang sesuai dengan syariat Islam. Mereka memposisikan uang sebagai alat pembayaran atau alat pertukaran yang dapat dipakai sebagai alat pengukur nilai, harga barang atau jasa. Maka dari itu transaksi yang sama hanya dapat terjadi dalam bentuk simpan pinjam, dan kegiatan tersebut sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah tidak boleh mengandung unsur tambahan atau bunga alias riba.
Fenomena munculnya perbankan syariah menjadi bahasan yang sangat fundamental dalam upaya mengimpelemtasikan ajaran Islam dalam pranata ekonomi, ditengah sistem perekonomian kapitalis barat yang begitu dominant di dunia. Perbankan alternatif tanpa bunga yang ditawarkan oleh oleh perbankan syariah selain menjauhi unsur riba dan menghilangkan unsur individualistik juga akan menumbuhkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan keuntungan dengan bentuk simpanan bagi hasil atas usaha bank (tabungan dari depopsito mudharabah), Dan dari sisi penyaluran dana diterjemahkan dalam bentuk bagi hasil atas usaha nasabah.
Sekalipun isu munculnya bank tanpa bunga pada mulanya dianggap hanya sebuah mimpi disiang bolong, namun setelah dilakukan upaya-upaya serius dari umat islam untuk memungkinkan berdirinya bank dengan amanat syari'at akhirnya dapat terwujud. Kondisi ini dimulai dari pencarian setatus bunga dari kebekuan yang cukup menghambat realisasi ide berdirinya bank syariat yang pada akhirnya secara perlahan dapat ditemukan solusi pemecahannya. Menurut mantan mentri perekonomian kabinet Gus Dur mengatakan bahwa, kegiatan ekonomi yang berbasis syariah sangat bisa dikembangkan di Indonesia.
Dalam loka karya yang diselenggarakan MUI tanggal 18-20 Agustus 1990 di Cisaura bogor, Para ulama mengklasifikasikan bunga bank kedalam dua jenis, yaitu (a) bunga pinjaman/kredit, sebagian mereka ada yang menghukumi haram karena sama dengan riba dan sebagian menghuumi subhat karena tidak jelas. (b) bunga tabungan/ simpanan atau deposito,sebagian ada yang mengatakan tidak masalah dan sebagian menyamakan dengan riba yang hukumnya haram dan ada pula yang mengatakan haram.
Hasil Lokakarya tersebut kemudian dikukuhkan dalam Muktamar Nasional VI MUI di jakarta tanggal 22 - 25 Agustus 1990, dan diamanatkan kepada pengurus pusat MUI agar mengupayakan berdirinya bank umum yang operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Dengan proses yang panjang akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang dibuka pada tanggal 1 Mei 1992 dan grand opening tanggal 15 Mei 1992. Dan dengan kesadaran masyarakat Muslim akan pentingnya perubahan dalam sistem perekonomian dan pola yang diterapkan dalam perbankan maka sistem syariah ini terus berkembang dan meluas jangkauannya hingga sekarang.
Mengenai konsep-konsep dan prinsip auditing yang diberlakukan pada perbankan syariah dalam Islam dapat kita lihat delam table sebagi berikut:
NAMA PRINSIP JENIS-JENIS PRODUK SYARIAH PENERAPAN DALAM SISTEM PERBANKAN KETERANGAN
Simpanan Al-wadi'ah Current account
Saving account wadi'ah dapat dikombinasi- kan dengan al-mudharabah untuk investasi.
wakalah untuk pembukaan L/C, kafalah untuk garansi.
Bagi hasil Mudharabah
Musyarakah
Muzara'ah
Musaqat Investment account saving account
Project financing
Letter of credit
Plantation project
Financing Deposit dapat dipergunakan untuk general investment melalui pool of finds.
Pengembalian keuntungan Bai' al murabahah
Bai, bithaman ajil
Bai' at takjiri
Bai' as salam
Bai' al istishna Trade financing
Letter of credit
Trade financing
Sewa Ijarah
Bai' at takjiri
Musyarakah-mutanaqisah Leasing
Hire purchase
Decreasing
participation
Pengambilan fee Al kafalah
Al hiwalah
Al ju'alah
Al wakalah Guarantee
Debts transfer
Special service
Letter of credit
Biaya administrasi Al qord al hasan Benevolent loan Biaya administrasi hanya dapat diambil untuk factor -faktor yang menunjang terjadinya kontrak serta dinyatakan dalam nominal
Dengan konsep-konsep ini, maka perbankan syariah akan lebih dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas dan mampu menggerakkan sector uasaha riil.