I. PENDAHULUAN
Sejak tahun 1945 Merdeka, bangsa Indonesia dititahkan berdiri tegak berdasarkan Ideologi Panca Sila. Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk tatanan, norma, hukum, kebijakan, dan tindakan seluruh elemen bangsa harus berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-sila yang ada dalam Panca Sila. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan waktu yang amat panjang dalam pembentukannya untuk menjadi sebuah ideologi yang mantap. Pada 1 Juni 1945, Soekarno menjelaskan dengan gamblang dan menarik butir-butir Pancasila dalam sebuah pidato di depan sidang BPUPKI yang sedang membicarakan dasar negara bagi sebuah negara yang kemudian dikenal sebagai Republik Indonesia.
Banyaknya masalah nyata yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini; seperti masalah politk, demokratisasi, krisis ekonomi, dan penegakan hukum, Pancasila sebagai dasar negara tersebut tidaklah perlu diperdebatkan lagi, Perkembangan Liberalisme dan demokrasi di Barat mengajarkan kepada kita bahwa ideologi tersebut berkembang dalam waktu yang amat panjang sekitar 2/3 abad.
Liberalisme yang kemudian melahirkan demokrasi adalah kumpulan dari sejumlah besar pemikiran yang dihasilkan oleh sejumlah filosof di Eropa Barat dan Amerika Utara. Pemikiran-pemikiran tersebut memicu terjadinya wacana publik yang menghasilkan butir-butir yang kemudian menyatu menjadi Liberalisme dan demokrasi. Wacana publik tersebut berlangsung bebas tanpa adanya pembatasan oleh negara sehingga nilai-nilai liberal dan demokrasi dihayati dengan baik oleh warga masyarakat untuk kemudian diamalkan.
Sejarah perkembangan paham liberal dan demokrasi juga mengajarkan kepada kita bahwa wacana publik merupakan tempat yang baik untuk memadukan pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh para filosof dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Wacana publik adalah sarana bagi masyarakat untuk memberi warna kepada nilai-nilai liberal dan demokrasi sehingga keduanya sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Karena itu, yang menyebabkan Liberalisme dan demokrasi menjadi kuat adalah kesesuaian keduanya dengan nilai-nilai masyarakat Barat sehingga dukungan masyarakat Barat terhadap keduanya adalah modal penting bagi berkembang dan kuatnya Liberalisme dan demokrasi. Oleh karena itu, masa depan Pancasila sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa Indonesia mengisi Pancasila dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia.
II. PEMBAHASAN
A. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila senantiasa eksis menjadi falsafah dan dasar negara Republik Indonesia meskipun berbagai undang-undang dasar telah menggunakannya. Antara lain Pancasila pernah digunakan dan dimuat dalam; UUD 1945 yang disahkan menjadi UUD RI pada tanggal 18 Agustus 1945; Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) pada 1949, 1950; dan UUD Sementara 1950 yang berlaku mulai 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 di saat Dekrit Presiden diumumkan; UUD 1945 setelah Dekrit 5 Juli pada saat mana Presiden Soekarno berkuasa (Demokrasi Terpimpin yang juga disebut Orde Lama); UUD 1945 pada masa Orde Baru; dan UUD 1945 pada masa pasca Orde Baru. Ini menunjukkan Pancasila merupakan dasar negara yang telah menjadi konsensus nasional dan diterima oleh semua kelompok sosial yang ada di Indonesia.Karena itu,sangat tepat bila dikatakan bahwa Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang menjadi modal dasar penting bagi bangsa Indonesia untuk bersatu sebagai bangsa yang menegakkan NKRI.
Pancasila dengan norma-norma moralnya merupakan esensi dari kepribadian nasional serta idiologi Negara. Dari sini jelas bahwa Pancasila bagi setiap warga Negara menjadi implikasi logis serta loyaitasnya kepada Negara, dan juga sebagai ethos yang meresap secara menyeluruh dan mendalam di dalam masyarakat Indonesia.[1]
Setelah Orde Baru tumbang pada bulan Mei 1998, Pancasila jarang dibicarakan meskipun Pancasila tetap menjadi dasar negara.Sebaliknya juga tidak ada satu pun suara yang muncul di dalam masyarakat yang menolak Pancasila secara terang-terangan. Karena itu,beralasan untuk mengatakan bahwa Pancasila selama 10 tahun terakhir ini tidak diutak-atik karena telah menjadi dasar negara yang disepakati bersama.
B. Sistim Politik yang Demokratis Berdasarkan Pancasila
Lima dasar (sila) dalam Pancasila memuat nilai-nilai luhur yang mencerminkan prinsip bagaimana Negara ini seharusnya berjalan. Kelima sila yang ada dalam Pancasila harus dijabarkan secara jelas sehingga dapat diwujudkan menjadi sebuah lembaga politik dan berfungsi memberikan nilai ruh politik yang akan terejawantakan dalam sebuah sistem politik atau sistem pemerintahan Pancasila. Penjabaran dan konkretisasi Pancasila ini hanya bisa terjadi bila ada wacana publik yang bebas yang memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk menyampaikan pendapatnya. Pendapat yang beragam tersebut diharapkan akan menghasilkan butir-butir yang akan menjadi bagian dari Pancasila.
Penyeleksian terhadap butir-butir yang bermunculan tersebut diserahkan kepada proses sosial, yakni interaksi yang terjadi antara berbagai pihak yang akan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan. Seperti di Barat, ideologi dihasilkan oleh para filosof. Filosof adalah seorang yang melakukan olah pikir secara intensif sehingga ditemukan sejumlah pemikiran penting tentang masyarakat yang ideal dan cara-cara untuk mencapai masyarakat ideal tersebut.
Oleh karena itu, Ir. Soekarno yang pertama kali menguraikan Pancasila secara jelas ia adalah seorang filosof. Karena ia adalah seorang tokoh utama yang membentuk negara-bangsa Indonesia, Soekarno adalah juga seorang politikus yang ulung. Karena itu, Soekarno adalah seorang politikus yang juga seorang filosof. Memang banyak politikus-filosof, tetapi jauh lebih banyak tokoh politik dan pemerintahan yang hanya merupakan politisi saja,bukan filosof. Jika para politikus atau politisi dan seluruh elemen bangsa yang ada senantiasa mencermati dan bertindak sesuai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila akan dapat mewujudkan sebuah Negara yang dicita-citakan, yaitu Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, berprikemanusiaan yang adil dan beradab, terjalin persatuan dan kesatuan, rasa kebersamaan yang bijak, dan terwujudnya keadilan yang merata, serta tidak ada kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Namun Soekarno tidak menguraikan lebih jauh butir-butir Pancasila untuk membuat dasar negara tersebut menjadi lebih jelas dan applicable. Kelihatannya Soekarno tidak sempat untuk merenungkan secara mendalam penjabaran butir-butir Pancasila sehingga terlihat wujudnya dan dapat dilihat perbedaan-perbedaannya dengan ideologi-ideologi besar seperti Liberalisme dan Komunisme.
Karena itu para politisi dan intelektual Indonesia kontemporer dan di masa mendatang seharusnya bisa mencurahkan perhatian mereka kepada identifikasi dan pengembangan nilai-nilai Pancasila sehingga bisa ditemukan bentuk nyata dari sistem politik Pancasila. Ada patokan penting yang harus diperhatikan dalam wacana publik tentang Pancasila.Pertama,Wacana publik harus bisa menghasilkan nilainilai Pancasila yang akan membentuk sistem politik Pancasila yang berbeda dari nilai-nilai ideologi lain.[2] Sistim politik Pancasila hanya akan terwujud jika nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila itu senantiasa dijadikan acuan dalam setiap bertindak dan mengambil kebijakan.
Kedua, nilai-nilai yang dikembangkan tersebut dan sistem politik Pancasila yang dihasilkannya haruslah lebih baik dan lebih unggul dibandingkan nilai-nilai ideologi lain dan sistem politik/ sistem pemerintah lainnya. Hanya dengan cara seperti itu Pancasila dapat hidup dan bersaing dengan ideologi-ideologi dan sistem-sistem politik lainnya. Dengan ditemukannya nilai-nilai unggul tersebut, bangsa Indonesia bisa membanggakan dirinya karena Pancasila dan sistem politik Pancasila adalah lebih baik dari yang lain.
Oleh karena itu perbaikkan terhadap struktur politik yang demokratis harus lebih digiatkan. Tujuan dan sasaran utama dari perbaikan tersebut adalam membentuk pemerintah yang lebih baik dan bersih. Struktur politik diperbaiki untuk menjalankan fungsi mekanisme control dan pembagian kewenangan yang berimbang secara optimum.[3]
Reformasi politik dan demokratisasi bangsa akan berhasil jika dalam suatu Negara tersebut terwujud; pertama, penegakan hukum (law enforcements), yang selai menjamin hak setiap warga untuk ikut menentukan warna kehidupan sosial politik baru, juga memastikan bahwa setiap warga Negara mematuhi aturan yang berlaku.
Kedua, kejelasan pola pikir dan pola tindakan para agent (predictability), sehingga warga Negara dapat berinisiatif menga,,bil langkah-langkah pembaruan tanpa terlepas dari konteks gerakan dan arah reformasi.
Ketiga, keterbukaan mekanisme politik (transparency), sehingga warga Negara faham akan masalah yang dihadapi, alternative untuk mengatasinya, serta alasan-alasan mengapa alternative itu dipilih.
Keempat, accountability, yakni kepercayaan warga negara bahwa para tokoh itu benar-benar mengambil keputusan sejalan dengan arah yang dikehendaki bersama.
Kelima, rasionality, yakni keharusan bagi seluruh komponen reformasi untuk lebih mengutamakan akal sehat daripada perasaan dalam bertindak.[4]
C. Pentingnya Pranata Politik yang Demokratis
Dalam masyarakat manapun harus berdiri ditengah-tengah kepentingan yang berlangsung dalam masyarakat, memelihara peraturan yang memungkinkan kehidupan sosial berjalan dengan tertib. Dengan kata lain setiap orang yang menduduki jabatan pemerintah harus harus bertindak netral dalam perjuangan sosial yang berlangsung di dalam masyarakat, ia harus mampu mendudukkan kepentingan pribadi, kelas,golongan dibawah kepentinagan bersama sesuai dengan falsafah dasar Negara yaitu Pancasila.
Perlunya politik demokratis yang menanaman nilai-nilai luhur pancasila untuk membangun keberlangsungan hudup yang adil dan sejahtera serta membangun jatidiri bangsa dan negara harus ada sebuah pranata politik yang berjalan secara berkesinambungan. Dalam hal ini, James W. Vender Zanden menyebutkan setidaknya ada empat fungsi dari adanya pranata politik di sebuah masyarakat,[5] yaitu:
1. Enforcemen norms (fungsi pemaksaan norma). Dalam masyarakat yang kompleks seperti Indonesia, adanya pranata poltik formal itu sangat diperlukan, hal ini diperlukan untuk control sosial. Pengaturan tertib masyarakat tidak dilaksanakan melalui tindakan yang spontan dan kolektif dari anggota masyarakat, akan tetapi oleh struktur khusus yang mempunyai kewenangan untuk melakukan paksaan fisik, seperti halnya polisian, aparat petugas control resmi, dan sebagainya.
2. Planning and direction (fungsi merencanakan dan mengarahkan). Pranata politik menyusun rencana dan mengarahkan kegiatan-kegiatan anggota masyarakat demi tercapainya tujuan masyarakat.
3. Arbitration of conflicting interest (fungsi menengahi pertentangan). Antar individu, dalam memenuhi kebutuhannya sering terjadi perpebutan dan bertentangan satu sama yang lain. Pranata politik berusaha menegahi pertentangan yang ada sehimgga dapat memuaskan semua pihak.
4. Fungsi melindungi masyarakat dari serangan musuh dari luar. Pranata politik dengan alat-alat yang dimilikinya melindungi warganya dari serangan musuh baik dengan diplomasi, maupun dengan kekerasan atau perang.
Dari beberapa fungsi tersebut langkah yang harus ditempuh, sesuai dengan wewenagnya, pemerintah bersama jajarannya, dan pelaku politik adalah mereka harus bisa meletakkan titik penyeimbang yang baru untuk menjamin demokrasi dalam hubungan antar wewenag dan fungsi lembaga pemerintah dan organisasi Negara secara keseluruhan.[6]
III. PENUTUP
Sebagai bangsa dan Negara yang mengukuhkan Pancasila sebagai dasar negara, maka menjadi keharusan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya direfleksilkan dalam segala prilaku dan tindakan dalam berbagai hal, baik dalam kebijakan politik ekonomi, sosial dan budaya.
Eksistensi Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa Indonesia akan terus berdiri tegak, apabila seluruh elemen bangsa dapat menghayati, memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan penuh kesadaran. Kecenderungan warga Negara untuk berbuat sesuai dengan norma-norma dan moral Pancasila menunjukkan warga Negara tersebut sebagai warga Negara yang baik. Hal yang sedemikian itu berarti kita ikut andil dalam mewujudkan tercapainya cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Buku:
Siti Nadroh, DKK., Indonesia Selayang Pandang, cet. Ke-1, Ciputat: PT. Medina Indonesia, 2003.
Soemadjan, Selo, ed., Menuju Tata Indonesia Baru, cet. Ke-1, Jakarta: PT. Gramedia, 2000.
Kartodirjo, Sartono, Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah, cet. Ke-3, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994.
Suyanto, Bagong, DKK., Sosiologi; Teks Pengantar & Terapan, cet. 3, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Internet:
http://www.m.okezone.com [1] Sartono Kartodirjo, Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah, cet. Ke-3, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), hlm 39
[3] Siti Nadroh, DKK., Indonesia Selayang Pandang, cet. Ke-1, (Ciputat: PT. Medina Indonesia, 2003), hlm. 87-88
[4] Selo Soemardjan, ed., Menuju Tata Indonesia Baru, cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Gramedia, 2000), hlm. 262-263
[5] Bagong Suyanto DKK., Sosiologi; Teks Pengantar & Terapan, cet. 3, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 280-281