I. PENDAHULUAN
Penjelajahan tentang sebuah pemikiran, khususnya pemikiran politik Islam masih terbilang langka. Literatur keislaman yang menjelaskan hal tersebut tidak begitu banyak. Selain itu, pembahasan seputar politik biasanya bersifat netral. Politik yang berlatar belakang agama, hamper tidak dianut oleh agama-agama yang lain. Islamlah satu-satunya agama yang menurut para ulamanya, mempunaya kajian politik, sehingga lalu muncul istilah “politik Islam”.
Oleh karena itu, diskursus politik Islam menjadi pembahasan yang debatable sejauh mana Islam memberikan arahan terhadap politik. Banyak latar yang menjadi factor terpenting dalam diskusi ini. Bagi kalangan formalis, rujukan yang paling abasah untuk mengatakan, bahwa politik Islam adalah diskursus yang integral dalam tradisi Islam adalah Negara Madinah, yaitu Negara yang dibagun diatas garis-garis syariat Islam yang otentik, yang mana Negara secara umum dilandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum positif.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan politik Islam?. Pertanyaan ini penting untuk di kemukakan, khususnya dalam rangka menduskusikan makna yang tersimpan dalam diskursus politik Islam. Klaim atas politik Islam mempunyai macam-macam makna, dan ironisnya makna tersebut diklaim sebagai satu-satunya makna atas politik Islam. Salah stu makna yang menyedot perhatian sejumlah pengamat tentang politik Islam adalah munculnya gerakan-gerakan keagamaan, seprti halnya Ikhwanul Muslimin, sebagaimana yang akan kami bahas dalam makalah ini. Gerakan ini adalah salah satu dari gerakan yang mengampanyekan Negara Islam, Khilafah Islam dan formalisasi syaria’at yang mana diskursus tersebut mendominasi belantika pemikiaran politik Islam.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Ikhwanul Muslimin
Pertengahan abad ke-20 bagi dunia Islam merupakan masa munculnya banyak gerakan-gerakan dan organisasi. Lahirnya beberapa tokoh pembaharu seperti Al-Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida memberikan pengaruh yang besar terhadap kebangkitan perubahan masyarakat khususnya bagi bangsa Mesir yang pada saat itu hidup dalam kungkungan kolonialisme Eropa. Al-Afgani berupaya membangkitkan Islam dengan Pan Islamisme-nya, Abduh memperkuat Islam dengan mengajar dan mengeluarkan keputusan-keputusan hukumnya, dan Rasyid Rida membangkitkan semangat Islam dengan pikiran-pikiran logisnya. Ketiga tokoh ini sangat berpengaruh dalam membentuk opini, namun diantara mereka belum berhasil menciptakan perubahan dalam bidang politik. Mereka mendekati politik secara individual dalam bentuk pemikiran bukan melalui organisasi.
Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi pergerakan Islam yang didirikan oleh Hassan Al-Banna di Mesir pada 1928. Beliau lahir pada bulan Oktober 1906 di Mahmudiyah, sebuah kota kecil dekat muara sungai Nil sembilan mil sebelah barat laut Kairo. Ayahnya Abdurrahman Banna termasuk tokoh ulama terkemuka yang pernah menimba ilmu kepada Muhammad Abduh di Al-Azhar. Jadi Hasan Al-Banna hidup di tengah keluarga relegius yang sudah tersentuh oleh semangat pembaharuan.[1]
Dalam usianya yang masih belasan tahun Al-Banna telah aktif menjadi pengikut Tarekat Hasafiyah, dan sekitar usia enam belas tahun ia menjadi mahasiswa fakultas Darul Ulum Kairo. Ia memanfaatkan waktu di sela-sela kuliahnya untuk mengunjungi toko-toko buku Gerakan Salafiyah Rasyid Rida. Ia tertarik untuk membaca al-Manar dan berkenalan langsung dengan Rida. Ia terlibat banyak diskusi dengannya dan murid-murid Abduh. Selain itu Al-Banna juga mengunjungi para ulama Azhar dari kubu Tradisional.
Pada tahun 1927, Al-Banna lulus menyandang Diploma Guru dengan predikat cumlaude.[2] Lantas ia ditugaskan sebagai guru Sekolah Dasar di Isma’iliyah, pusat pertahanan kolonialis Inggris dan markas besar perusahaan terusan Suez. Selama di sana ia senantiasa menyaksikan langsung betapa liciknya para misionaris melakuakan kegiatan kristenisasi terhadap kaum Muslimin yang sedang dililit kemiskinan. Melihat keadaan yang demikian itu hatinya tergugah dan tergerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kaum Muslimin dan berupaya membentengi iman mereka.
Al-Banna merasakan sangat sedih dengan adanya fenomena yang berlawanan; kekacauan dan perpecahan politik, makin suburnya dekadensi moral semakin jauhnya generasi muda dari tradisi agamanya, meluasnya antusiasme terhadap kebudayaan barat serta berlangsungnya kolonialisme yang menghisap ekonomi rakyat. Maka dengan tekun ia sebagai guru di sisng hari dan mengajar orang-orang tua pada malam hari. Ia juga mengadakan pertemuan-pertemuan di kedai-kedai kopi, lapangan olah rag pasar, dan lain-lain untuk menndengarkan keluhan-keluhan mereka terhadap situasi yang mengitari mereka.[3] Dari sini ia dapat mempengaruhi para tokoh masyarakat untuk turut prihatin akan nasib bangsa Mesir dan kaum Muslimin ke depan.
Tepatnya pada bulan Maret 1928, enam orang pekerja dari perkemahan Inggris[4] mendatang mengadu kepada Al-Banna. Dengan suara terbat-bata mereka berkata: kami telah sadar, juga telah terpengaruh, tetapi kami tidak tahu jalan apa yang harus kita tempuh untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Lalu merka berbaiat kepada Allah, untuk menjadi tentara Da’wah Islam, demi kejayaan tanah air dan kebangkitan Bangsa. Lalu salah atu dari mereka mengusulkan tentang nama gerakanyang pantas untuk jama’ah tersebut. Al-Banna menjawab; ``Tinggalkanlah lambang resmi itu! yang terpenting dalam pertemuan kali ini adalah solusi bagaimana kita keluar dari keterpurukan ini, kita ini semua bersaudara untuk mengabdi kepada Islam, jadi kita ini “ Ikhwanul Muslimin”.[5] Sejak saat itulah Ikhwanul Muslimin lahir. Yang tujuan tidak lain memacu smangat generasi kaum beriman untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar, dan reformasi sosial bagi masyarakat Muslim.
B. Langkah-langkah Perjuagan Ikhwanul Muslimin
Sebelum terjun ke dunia politik
Dalam waktu yang tidak lama, Ikhwan sudah dapat merekrut anggota sebanyak tujupuluh orang. Dari langkah-langkah yang di lakuakn Al-Banna pada periode awal dari lahirnya Ikhwan tampaklah kecakapan dalam berorganisasi. Ia mampu meyakinkan Syaeih hamid ‘Askariyah seorang Da’i yang di tugasi al-Azhar di Isma’iliah untuk memperkuat Ikhwan. Ia juga mampu mengumpulkan dana dari para pekerja perusahaan Terusan Suez sebanyak LE 500 untuk di belikan sebidang tanah, kemudian di tanah itulah di dirikan sebuah masjid dan lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan dan kantor pusat Ikhwan di isma’iliyah. Dalam perkembangaannya kemudian kantor tarsebut juga difungsikan sebagai “perusahaan kecil” sebagai sumber dana Ikhwan; sekaligus berfungsi sebagai media untuk menerapkan Syariat Islam, dalam kehidupan sehari-hari.[6]
Merupakan inti dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah fiqrah (pemikiran) dan aqidah (keyakinan).[7] Mereka beripaya menancapkan keduanya ke dalam jiwa semua orang, menbangun opini umum dengannya, dan memantapkan keyakinan setiap orang dengan prinsip yaitu Islam. Sehingga mereka semua dapat terhimpun dalam satu ikatan yaitu ikatan ukhuah Islamiyah. Setelah lima tahun mengorganisasi Ikhwanul Muslimin di Isma’iliyah, lambat laun Hasan Al-Bana mengembangkan da’wahnya keluar Isma’iliyah. Cabang-cabang Ikhwanun Muslimin di dirikan di Syibrakhit, mahmudiyah, Abu Suir, port Said, Bahrus Sagir, Suez dan Balah. Kemudian tepatnya pada Oktober 1932 Hasan Al-Bana pindah dari Isma’iliyah ke Kairo untuk menjalankan tugas sebagai guru di Madrasah Abbas di daerah Sabtiyah. Kepindahanya ini akan menjadi era baru bagi Ikhwan. Rupanya Hasan Al-bana merasa da’wahnya akan lebih sukses di Kairo, hal itu bukan hanya karena kepadatan penduduknya, akan tetapi karena Kairo merupakan ibu kota Mesir yang menjadi pusat kegiatan nasional. Untuk itulah ia mengusulkan agar kantor pusat Ikhwanul Muslimin di pindahkan ke Kairo, dengan demikian organisasi Ikhwan tidak hanya menjadi organisasi local, tetapi nasional.[8]
Setelah terjun ke dunia politik
Setelah menyaksikan penderitan masyarakat buruh yang tak berujung, Hassan Al-Banna memadang perlu organisasinya untuk bergerak dalam bidang politik. pada mulanya kegiatan politik Ikhwan masih bergerak di bawah tanah dan bersifat rahasia. Pandangan politiknya di salurkan melalui masjid-masjid. Ikhwan mencari pendukung dan merintis jalan untuk mendirikan cabang-cabang secara rahasia melalui masjid.
Empat tahun kemudian Ikhwan mempunyai cabang hampir di seluruh daerah Terusan Suez. Dikawasan itu di dirikan masjid-masjid, sekolah, pusat-pusat pengajian dan industri-industri rumah tangga. Selain itu setiap mendirikan cabang baru Ikhwan juga membangun sekolah untuk pria dan wanita, disamping mendirikan masjid. Mereka juga mendirikan Rover (penjelajah), sesuatu gerakan pandu moderen yang melatih para Ikhwan muda secara fisik dan praktis. Rover ini kemudian menjadi kelompok pemuda yang berkuasa dan besar di Mesir pada perang dunia II. Ikhwan juga mengadakan sekolah malam untuk kaum pekerja dan juga bimbingan untuk ujian masuk pegawai negeri.
Organisasi ini mendirikan klinik dan rumah sakit di daerah-daerh pinggiran, ujuga mendirikan serikat dagang moderen, dan mengajarkan kepada para pekerja soal hak-hak mereka. Mereka secara terang-terangan mengumumkan pengeksploitasian terhadap kaum buruh, yaitu dengan mendirikan pabrik-pabrik sendiri sertra industri-industri ringan. Kemudian pada tahun 1933, untuk pertama kalinya Ikhwan menyelenggarakan Muktamar. Pada Muktamar ke-3 tahun 1939 Ikhwanul Muslimin menampakan diri sebagai vorganisasi politik. Sejak itu gerakan politiknya makin di segani serta berpengaruh bersar dalam kehidupan masarakat dan Negara Mesir.[9]
Dalam Muktamar tersebut di hasilkan beberapa program atau misi politik yang secara garis besar dirumusksn pada dua pokok permasalahan. Pertama, “Internasionalisai” yaitu gerakan yang menekankan perjuangan bukan hanya untuk membebaskan Mesir tetapi juga seluruh tanah air Islam dari cengkraman imperialis. Kedua, menegakan “Negara Islam” yang merdeka di tanah air tersebut yang mempraktekan prinsip-prinsip Islam sebagai landasan yang kokoh dalam menerapkan sistem sosial dan menyampaikan da’wah kepada masyararakatnya secara arif dan bijaksana. Berdasarkan hal itu maka sasaran pokok perjuangan politik Ikhwan tertuju pada dua hal yaitu;
1. Memerdekakan Mesir dan Negara-negara Islam lainnya dari kekuasaan asing.
2. Mendirikan pemerintahan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist seperti kekhalifahan.
Untuk mewujudkan konsep khilafah, Ikhwan menetapkan tahapan-tahapan perjuangan, Pertama, membentuk pribadi muslim (ar-Rajul al-Muslim). Kedua, membentuk rumah tangga muslim (al-Bait al-Muslim). Ketiga, membentuk bangsa muslim (asy-Sya’b al-Muslim) dan Keempat, membentuk pemerintahan muslim (al- Hukumat al-Muslimah)[10] yang perwujudanya di mulai dari tingkat lokal dan pada akhirnya meliputi seluruh negeri muslim yang bersatu sebagai suatu Negara, yaitu al- Khilafah. [11]
Dalam rangka membangun dan mengembangkan Ikhwan Al-Banna mengembangkan sistem kaderisasi modern. Pada tahun 1938 anggota Ikhwan dibagi menjadi battalion-batalion yang masing masing trdiri dari tiga kelompok; satu untuk pekerja, untukmahasiswa dan satu untuk para pengusaha dan pegawai. Kelompok-kelompok tersebut seminggu sekali bertemu melaksanakan tahajjud dan latihan sepiritual bersama-sama.
Pada tahun 1943, ketika system ini tidak mampu menghasilkan orang-orang yang diharapkan “batalyon” diganti dengan usrah (keluarga) yang masing-masing memiliki 10 orang anggota, merupakan satu unit tersendiri yang memiliki tanggung jawab atas segala aktifitasnya, yakni memastikan setiap anggotanya melaksanakan aturan-aturan Islam dan menjauhi yang dilarang.
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran perjuangan, Ikhwan menetapkan langkah-langkah yang progresif dan terkadang dibarengi tindakan keras. Tapi, karena Ikhwan sangat membenci kolonialis Inggris dan pengaruhnya terhadap pemerintah Mesir sangat besar, Inggris sangat mengkhawatirkan gerak dan perkembangan organisasi ini. Apalagi pada masa itu Ikhwan tidak dapat lagi menghindari bentrokan fisik dengan partai wafd yang berideologi sekuler. Bahkan bentrokannya sudah menjalar ke seluruh negeri sampai merembes ke universitas-universitas dan baru reda setelah pada tahun 1944 partai wafd dibubarkan oleh pemerintah kerajaan Mesir. Tapi, sikap saling mencurigai antara Ikhwan dan pemerintah muncul kembali setelah Mesir kalah dalam perang melawan Israel tahun 1948. Selama tahun 1948, Ikhwan mengajukan berbagai tuntutan kepada pemerintah Mesir dengan tindakan keras, bahkan Ia menghalalkan di bunuhnya perdana mentri Mesir Nuqrasyi.[12] Akibatnya pemerintah Mesir menyatakan Ikhwan sebagai organisasi terlarang
Oleh karena tarikan dakwah politik membawa Ikhwan melangkah lebih jauh dengan membentuk al-jihaz al-sirri (badan rahasia) merupakan bagian unit manjinal dalam Ikhwan dimana sampai tahun 1948 hanya beranggotakan sekitar 1000 orang. Kebanyakan ikhwan tidak mngetahui akitfitas dari badan rahasia tersebut, bagi mereka reformasi sosial dansepiritual adalah alasan terpenting munculnya Ikhwan. Sampai tahun 1948 mulai melakukan aksi pembunuhan dan mengatasnamakan Tuhan. Oleh karena tertutup dan brsifat rahasia maka aktifitas ini menyebabkan terjadinya fitnah politik dan mala petaka bagi Ikhwan.[13] Perbuatan mereka memicu serangkaian peristiwa, seperti terror pembunuhan Ahmed A-Khazzinder tahun 1948, seorang hakim terpandang dan berpuncak padapembunuhan terhadap perdana mentri M. Nukrashi Pasha pada 28 Desember 1948,
Dari sinilah sebenarnya mulai muncul sempalan kubu keras. Dan tidak terelakkan bahwa dalam organisasi dakwah ini di klaim terdapat sayap terorisme dan mersenjata. Al-Banna sendiri kualahan mengendalikan unit terror ini sekalipun ia menghujat pembunuhan-pembunuhan itu. Perbuatan mereka telah menodai kredibilitas moral Ikhwan dan akhirnya mengakibatkan hancurnya organisasi tersebut. yang pada akhirnya berakibat terbunuhnya Hassan Al-banna 12 Februari 1948, dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia pemerintah Mesir.
Pada akhir tahun (1951-1954) Ikhwan diperbolehkan lagi dibawah pimpinan baru Hasan Hudaibi (wafat 1973) semenjak itu gerakan ini tidak tampil dalam gelanggang politik secara terbuka. untuk mencapai tujuan perjuangan disamping politik, Ikhwan mengembangkan di bidang kemanusiaan dan perekonomian ,sebagai sarananya Ikhwan mendirika rumah sakit, lembaga-lembaga pendidikan, penerbitan, percetakan, pabrik, dan perusahaan-perusahaan di bidang pertanian. Sebagai organisasi pergerakan Islam yang masuk kancah politik, Ikhwan tidak dapat menghindar dari berbagai aksi-aksi kekeras dan radikal.
C. Prinsip-prinsip dan Doktrin Ikhwanul Mislimin
Islam merupakan agama yang universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan,[14] inilah diantara prinsip Ikhwanul Mislimin tentang Islam. Mereka tidak mengenal adanya pemisahan agama dan Negara. Ikhwan dengan tegas menantang konsep sekulerisme. Ikhwan berpendapat bahwa Islam bukan sekedar agama. Islam merupakan sistem perundang-undangan yang lengkap untuk kehidupan manusia (Nizam al-hayat). Dalam Islam terdapat dasar-dasar sistem politik, ekonomi, kemasayrakatan, kenegaraan, perundang-undanganan, dan seluruh sistem lain kehidupan manusia.
Ikhwan berusaha keras memperluas kawasan geraknya sampai menjadi gerakan internasiaonal. Berkenaan dengan dakwah Ikhwan, Hassan Al-Banna, mengatakan,” gerakan Ikhwan adalah gerakan dakwah salafiah, tariqah, sunnah, haqiqah, dan shuffiyah, lembaga politik klub olah raga, dan pemikiran soial secara luas.
Sedangkan mengenai karekteristik Ikhwan Hassan Al-Banna mengatakan sebagai berikut ;
· Gerakan Ikhwan adalah gerakan rabbaniyyah. Poros sasaranya adalah mendekatkan manusia kepada tuhannya.
· Gerakan Ikhwan bersifat alamiyyah karena arah gerakan di tujukan kepada umat manusia, dan yang membedakannya hanyaklah taqwa.
· Gerakan Ikhwan bersifat Islami karena orientasi dan nisbatnya hanya kepada Islam.
Al-Banna menekankan pentingnya jihad, terutama di era modern. Hal itu dimaksudkan untuk melawan musuh-musuh Islam (kolonialisme Eropa dan Negara-negara Muslim yang korup). Dengan demikian dapat membangun wilayah yang benar-benar Islami serta mendorong umat Islam untuk mentaati way of life yang terdapat dalam ajaran Islam. Jadi jihad merupakan keniscayaan dalam perjuangan menegakkan cita-cita politik Islam.[15]
Sementara pada tingkat amaliyah yang dijadikan proses perjuangan khwan diantaranya:
a. Memperbaiki diri sehingga menjadi pribadi yang fisiknya kuat, teguh, dalam berakhlak, luas dalam berfikir.
b. Membentuk rumah tangga Islami sehingga keluarganya menjadi pendukung pemikiran (fikrah)
c. Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan,memerangi kemungkaran dan kerusakan.
d. memerdekakan Negara dengan membersihkan rakyatnya dari berbagai bentuk kekuasaan asing yang kafir di bidang politik ekonomi ataupun mental spiritual.
e. Mengembalikan eksistensi Negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya.
f. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat manusia sehingga tidak ada fitnah.
Sebagai organisasi Islam yang bergerak dalam dakwah dan politik Ikhwanul muslim menekankan hal-hal sebagaiberikut ;
a. menjauhi titik-titik khilafah
b. menjauhi dominasi tokoh dan pembesar
c. menjauhi fanatisme partai-partai dan golongan-golongan
d. memperhatikan masalah takwin (pembentukan kepribadian) dan tadarruj (bertahap) dalam langkahnya
e. mengutamakan sisi amaliah yang produktif di atas seruan-seruan dan propaganda-propaganda kosong.
f. semangat menaruh perhatian kepada pemuda
g. cepat berkembang di pedesaan dan perkotaan
Al-Banna merumuskan enam butir program yang sangat kental pengaruhnya gerakan reformis salafiyyah Al-afghani,Muhammad Abduh dan Rasyid ridha,yaitu:
1. Penafsiran al-quran sesuai dengan semangat atau konteks zaman.
2. Persatuan Negara-Negara Islam.
3. Peningkatan taraf hidup dan keadilan sosial dan ketertiban.
4. Pemberantasan buta huruf dan kemiskinan.
5. Pembebasan tanah-tanah kaum muslim dari dominasi asing.
6. memajukan perdamaian dan persaudaraan Islam ke seluruh dunia.
Demikianlah prinsip-prinsip dan dokrin Ikhwan yang lahir dari pndirinya Hasan Al-Banna. Pada awal berdirinya sangat Islami dan cenderung berpikiran sangat ideal. Namun dalam perkembangannya mengalami pergeseran setelah organisasi tersebut meluas, hingga meninbulkan versi yang berbeda-beda mengenai penilaian akan organisasi yang sangat fenomenal tersebut.
D. Kesimpulan
Besarnya pengaruh Ikhwanul Muslimin di Mesir dan dunia Arab, tidak terlepas dari factor kesamaan nasib dan tujuan untuk menyuarakan hak-hak umat Islam di tengah rong-rongan kolonialisme. Kesamaan kultur bangsa Arab, juga memperkokoh penerimaan Negara-negara Arab terhadap Ikhwanul Muslimin.
Secara garis besar aktivitas dakwah Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin di dasarkan kepada beberapa aspek ;
a. aspek agama dan moral; untuk meningkatkan kesadaran beragama dan menghadapi dekadensi moral harus kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
b. aspek sosial; beramal untuk kemaslahatan umat adalah bagian dari misi sosial muslim.
c. aspek pendidikan; pendidikan dalam kegiatan Al-Banna menjadi aspek sentral, sebab di dalamnya mencakup aspek akal, ahkak, jasmani, jihad, sosial, dan politik.
d. aspek ekonomi; melihat perekonomian Mesir yang terpuruk akibat dominasi asing, maka Al-Banna dan Ikhwan bangkit membela kaum lemah, dengan cara membangun industri-industri kecil dan kegiatan swadaya.
e. aspek politik; Sebenarnya Al-Banna bukan politikus, namun keharusan diterapkannya hukum Islam secara konsekwen dan menyeluruh telah mendorongnya untuk berpolitik.
Kelemahan Al-Banna nampak pada ketidak mampuannya mengontrol dan mengendalikan pergerakan Ikhwan yang semakin meluas dan berbagai aksi kekerasan serta terror yang dilakukan oleh Badan Rahasia Ikhwan yang sangat radikal. Hingga pada perkembangannaya organisasi tersebut dinyatakan terlarang.
Kegagalannya dalam berpolitk praktis mengakibatkan Ikhwan berbalik kepada peran semula di bidang dakwah, Sehingga Ikhwanul Muslimin lekat dengan cirikhas kaum fondamentalis, yaitu; kembali kepada syariat, formualasi bangunan fisik dan penegakan symbol-simbol keislaman secara formal.
Daftar Pustaka
§ Zada, Khamami & , Arafah, Arif R, Diskursus Politik Islam, Cet. I, hal. 78 (Jakarta : LSIP, 2004)
§ Suito, Deny, Radikalisme Di Dunia Islam, Cet. I, (Jakarta: CCM, 2005).
§ Ghazali Said, Imam, Idiologi Kaum Fomdamentalis, Cet. I (Surabaya : Diantama, 2003)
§ Ali, DR., Abdul Halim, Mihaj al-Tarbiyah ‘Inda Ikhwan al-Muslimin, edisi bahasa Indonesia, cet. I, (Jakarta : Gema Insani, 1997)
§ Hawwa, Sa`id, Membina Angkatan Mujtahid, edisi Indonesia, Cet. V, (Solo : IKKAPI, 2005)
[1] Baca, Imam Ghazali Said, Idiologi Kaum Fomdamentalis, cet. I, hal.152-153 (Surabaya : Diantama, 2003)
[2] Lihat, DR. Ali Abdul Halim Mahmud, Mihaj al-Tarbiyah ‘Inda Ikhwan al-Muslimin, edisi bahasa Indonesia, cet. I, hal. 23 (Jakarta : Gema Insani, 1997)
[4] Mereka adalah; Hafid Abdu Hamid, Ah. Al-Hasri, Fuad Ibrahim, Abd. Rahman Asbullah,Isma’il ‘Iz, dan Zaki Al-Magribi
[5] Baca, Op.Cit, hal 156
[7] Baca, Sa`id Hawwa, Membina Angkatan Mujtahid, edisi Indonesia, Cet. V, hal,46 (Solo : IKKAPI, 2005)
[12] Dalam suatu kesempatan Hasan Al-Banna kemidian merubah pendapat itu, karena pembunuhan terhadap perdana Mentri akan berakibat fatal dan mengancam dirinya sendiri. namun terlambat karena Ikhwan dari unit al-jihaz al-sirr telah berhasil membunuah Nakrasyi.